Langsung ke konten utama

SINGKIRKANLAH BATU-BATU ITU...

Singkirkanlah Batu-batu Itu....
(Yesaya 62:10)
Oleh: Roi Manson Panjaitan

Dahulu, pada beberapa kisah dalam Perjanjian Lama, batu (Ibrani 'even, Yunani lithos) digunakan untuk berbagai-bagai tujuan. Tergantung pada jenis batunya. Batu-batu kecil umpamanya dapat digunakan sebagai senjata dalam perang atau pertempuran karena mudah digunakan. Masih ingat kisah Daud melawan Goliat orang Filistin? Dalam 1 Sam 17:40, Daut menggunakan batu kecil yang diambil dari sungai untuk menjatuhkan musuhnya Goliat. Sedangkan batu-batu yang lebih besar dapat digunakan untuk menutup sumur (Kej 29:2), untuk menutup mulut gua seperti yang dilakukan Yosua tatkala ia melihat musuhnya melarikan diri dan bersembunyi di dalam gua di Makeda (Yos 10:18). Bahkan ada juga yang digunakan sebagai pertanda atau prasasti (2 Sam 20:8), sebagai batu peringatan yang lebih dikenal dengan sebutan nisan atau tugu, yang hal ini juga masih dapat kita temui dalam tradisi Habatahon (Kebudayaan orang Batak) masa kini. Juga batu dapat digunakan sebagai mezbah dalam upacara keagamaan (Kej 28:18), dan masih banyak lagi kisah lain yang dapat kita temukan di Alkitab yang sudah barang tentu menunjukkan betapa banyaknya kegunaan batu. Tegasnya memang itulah kegunaan dan fungsi batu, yakni sebagai bahan utama pada suatu bangunan.

Jadi, batu merupakan benda keras non logam yang merupakan salah satu unsur yang terdapat di dalam lapisan bumi yang dapat digunakan dalam berbagai macam hal dan tujuan, tergantung pada "untuk apa batu itu digunakan, dan apa motif di balik penggunaan batu itu". Semuanya terserah pada oknum (pribadi) yang menggunakannya.

Akan tetapi, yang saya maksudkan dalam tulisan kali ini tidaklah mengarah kepada kegunaan batu itu semata-mata ataupun sifat dari batu itu secara umum. Tetapi jikalau kita perhatikan teks dalam nats Yes 62:10 ini, lebih mengarah "hakeka atau sifat" dari batu itu secara khusus, yakni sebagai "PENGHALANG" atau " YANG MENGHALANG-HALANGI SESUATU", sehingga orang (sesuatu) yang melalui jalan yang dipenuhi oleh batu-batu itu akan terhenti dan tidak akan pernah lagi mencapai tujuannya, seandainya penghalang-penghalang itu tidak disingkirkan terlebih dahulu.

Pembaca sekalian, dalam perjalanan kehidupan kita sebagai pengikut Kristus ataupun orang yang mengaku dirinya berada di bawah pimpinan Kristus, seringkali kita tidak menyadari bahwa dalam hidup kita ada begitu banyak batu-batu kecil maupun besar yang terpendam dalamdiri kita. Bahkan ironisnya, batu-batu itu melekat dalam sifat (karakter, kebiasaan, pola pikir ataupun cara berbicara) kita. Alhasil, batu-batu itu menjadi bagian dari keseluruhan hidup kita dan melekat pada perbuatan kita. Padahal, kesemuanya itu MENGHALANG-HALANGI kita untuk dapat berjalan dan sampai pada ketetapan-ketetapan Allah. Dan bagaimanapun tidak ada cara lain atau jalan pintas yang disediakan Allah bagi kita pengikut Kristus untuk sampai pada tujuan yang disediakan-Nya bagi kita selain 1). Batu Hidup itu sendiri, yakni Kristus (1 Petr 2:4) yang datang dan memberi kekuatan kepada kita, dan 2). Selain kita sendiri yang berusaha untuk menyingkirkan penghalang itu dari hadapan kita. Maka dengan itu alasan yang paling tepat mengapa kita harus menyingkirkan batu penghalang itu adalah:

1. Karena batu merupakan "benda mati" yang tidak dapat bergerak jikalau tidak ada yang menggerakkannya.
Hali itu berarti bahwa diperlukan suatu usaha untuk "menggerakkan/memindahkan " penghalang, yakni batu, agar tersingkir dan tidak lagi menjadi bagian dari hidup kita apalagi sampai melekat pada diri kita. Dan akhirnya perjalanan kita terbebas dari segala rintangan yang menghalangi kita sampai pada tujuan yang ditetapkan Allah.

2. Karena batu memiliki "sifat yang keras" sehingga tidak mudah untuk disingkirkan.
Kadangkala, apabila kita berjalan, kita merasa sepele terhadap batu-batu kecil yang terdapat di jalan yang akan kita lalui. Maka tidak heran apabila kita sedang berjalan, kita lupa dan mengabaikannya. Padahal, betapa terasanya bahaya yang disebabkan batu itu apabila kita tersandung padanya. Itu tidak lain adalah karena sifat batu yang "keras" . Bayangkan saja betapa sulitnya kita menyingkirkan batu-batu besar apalagi kalau sudah membentuk gundukan alias menggunung. Kita bahkan butuh waktu lama untuk menyingkirkannya. Atau paling tidak kita butuh biaya atau tenaga yang kita keluarkan hanya untuk menyingkirkan gundukan itu. Itulah sebabnya Allah berfirman kepada bangsa Israel agar tidak hidup sebagai bangsa yang menjadi batu sandungan bagi bangsa-bangsa lain (Yer 6:21). Bahkan Yesus juga mengingatkan ini kepada para pengikutnya (juga kepada kita) agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain yang dapat mengakibatkan orang lain merasa terluka, kecewa dan tersakiti karena tidak melihat gambar Allah dalam perbuatan kita (Mat 17:27).

Pembaca sekalian, dewasa ini manusia diperhadapkan dengan berbagai-bagai persoalan hidup yang sifatnya mengglobal (universal). Mulai dari krisis ekonomi global, pemanasan global (global warming), sampai pada perubahan sifat dasar manusia yang terjadi secara mendunia dimana manusia sudah cenderung bersifat lebih mementingkan diri sendiri (egois), lebih mengutamakan selera pribadi tanpa melihat perlu tidaknya sesuatu yang ia gunakan yang menyangkut makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya (konsumerisme), dan bahkan manusia juga cenderung menganggap bahwa semuanya 'baik' (hedonisme), seperti melakukan seks bebas (free seks), korupsi, dan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat anarkis yang akhirnya manusia menjadi semakin "brutal". _____ Dan kesemuanya itu merupakan batu-batu penghalang yang menonjol dalam diri manusia saat ini.
Akhirnya, lewat tulisan ini saya mengajak semua orang yang percaya Kristus agar kita berusaha menyingkirkan batu-batu penghalang itu dari hidup kita. Dan saya juga berdoa, biarlah kiranya Anugerah dari Tuhan kita Yesus Kristus memberi kekuatan kepada kita dan memampukan kita untuk terus berjuang meyingkirkan batu-batu itu seperti apapun bentuknya. Mungkin itu kesombongan, sifat egois, kemalasan dan lain-lain yang bentuknya sama dengan itu, yang kalau semuanya itu menghalangi kita berjalan pada ketetapan Allah mari kita singkirkan. Saya percaya kalau itu menjadi keputusan kita bersama, ketetapan-ketetapan Allah akan kita lalui dengan Sukacita. Dan berkat-berkat-Nya akan melimpah atas hidup kita. Tuhan Yesus Memberkati. Amin.



Salam



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PAK Dalam Perjanjian Lama

Menjadi sebuah hal yang menarik adalah ketika muncul sebuah pertanyaan, seberapa pentingkah Perjanjian Lama dalam ruang lingkup Pendidikan Agama Kristen (PAK)? Mungkin pertanyaan ini kita anggap sambil lalu, atau tidak terlalu penting, atau memang kita belum mengetahuinya. Mungkin ada yang mengatakan bahwa Perjanjian Lama (PL) tidak terlalu penting karena PL sudah berlalu dan sudah digenapi oleh Perjanjian Baru (PB), atau PB telah menjelaskan tentang pendidikan kekristenan. Apabila kita mempelajari dengan baik, Yesus Kristus menggunakan PL dalam mengajar di pelayanan-Nya (Mat.5:21-22; 22:39)? Para murid Yesus juga menggunakan PL dalam pelayanan (pemberitaan Injil)? Ternyata PL menjadi hal penting dalam membangun konsep dan pelaksanaan PAK. Pada topik ini, saya tidak menggunakan kata “PAK dalam Perjanjian Lama”, tetapi saya lebih menggunakan kata “PL dalam PAK”. Ya, karena bukan PAK yang ada dalam Perjanjian Lama, tetapi Perjanjian Lama-lah yang ada dalam PAK. Dengan kata lain, hal yan

SEJARAH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

BAB I .  DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA MASA KUNO Gereja purba bukanlah penemu pendidikan agama, adalah lebih tepat untuk mengatakan bahwa gereja adalah hasil pendidikan itu. Pendidikan khususnya sejak awal sama dengan pikiran dan prakteknnya selama masa Abad Pertengahan berakar baik dalam Kebudayaan – Yunani - Romawi maupu Yahudi. Dari yang pertama itu yaitu melalui pendekatan Sokrates, misalnya, para pendidik Kristen belajar bagaimana menjernihkan pemikiran melalui seri pertanyaan yang semakin mendalam. Kemudian, pikiran salah seorang muridnya yang bernama Plato dimanfaatkan para pemimpin Kristen untuk menyoroti intisari pendidikan sebagai proses mengantar orang untuk meninggalkan perasaan aman mereka yang berporos dunia bayang-bayang agar bertindak sesuai dengan dunia nyata. Jadi sebagian pendidikan berarti memeriksa kembali pandangan yang lazimnya ditolaknya kalau memang data baru itu menuntut berbuat demikian. Murid Plato paling termasyur yang b

PERSEMBAHAN DI HKBP: PERPULUHAN ATAU PERSERATUSAN?

Perbedaan-perbedaan sebutan dan pelaksanaan penyerahan persembahan dalam kekristenan barangkali masih relevan untuk dikaji dan diuji. Kita sering mendengar sebutan persembahan minggu, persembahan bulanan, persembahan perpuluhan, persembahan syukur dan sebagainya, yang dapat saja memunculkan pertanyaan, “berapa macam bentuk persembahan dan berapa seharusnya jumlah persembahan?” Sebenarnya, Alkitab tidak menempatkan persembahan sebagai sesuatu yang terpenting. Hal ini dapat kita mengerti, karena Tuhan tidak kekurangan apapun termasuk uang. Segala sesuatu adalah milikNya. Pada hakikatnya, pemberian persembahan merupakan bukti penyerahan diri kita kepada Tuhan, bukan bersandar pada milik kita. Itu adalah juga bagian dari kerelaan kita melayani dengan apa yang kita miliki untuk kebaikan sesama. Sehubungan dengan itu, kita dapat melihat beberapa hal menyangkut persembahan perpuluhan di dalam Alkitab, di antaranya: 1.      Persembahan perpu