Langsung ke konten utama

PERSEMBAHAN DI HKBP: PERPULUHAN ATAU PERSERATUSAN?

Perbedaan-perbedaan sebutan dan pelaksanaan penyerahan persembahan dalam kekristenan barangkali masih relevan untuk dikaji dan diuji. Kita sering mendengar sebutan persembahan minggu, persembahan bulanan, persembahan perpuluhan, persembahan syukur dan sebagainya, yang dapat saja memunculkan pertanyaan, “berapa macam bentuk persembahan dan berapa seharusnya jumlah persembahan?”

Sebenarnya, Alkitab tidak menempatkan persembahan sebagai sesuatu yang terpenting. Hal ini dapat kita mengerti, karena Tuhan tidak kekurangan apapun termasuk uang. Segala sesuatu adalah milikNya. Pada hakikatnya, pemberian persembahan merupakan bukti penyerahan diri kita kepada Tuhan, bukan bersandar pada milik kita. Itu adalah juga bagian dari kerelaan kita melayani dengan apa yang kita miliki untuk kebaikan sesama.

Sehubungan dengan itu, kita dapat melihat beberapa hal menyangkut persembahan perpuluhan di dalam Alkitab, di antaranya:

1.     Persembahan perpuluhan berawal dari nazar Yakub (Kej. 28:20-22), bukan perintah Allah. Jadi, kalau mau memberi persembahan perpuluhan boleh dan baik, tetapi bukan kewajiban dari Allah, melainkan kerinduan kita. Ada yang merujuk pada Abraham sebagai awal pemberian persembahan perpuluhan. Memang dalam Kej 14:17-20 dikatakan bahwa Abram memberikan kepada Melkisedek sepersepuluh dari harta benda yang berhasial ‘diselamatkan’ dari musuh. Tetapi agaknya hal ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar alkitabiah pemberian persembahan. Selengkapnya Kej. 14:17-20 berbunyi demikian:
Setelah Abram kembali dari mengalahkan Kedorlaomer dan para raja yang bersama-sama dengan dia, maka keluarlah raja Sodom menyongsong dia ke lembah Syawe, yakni Lembah Raja. Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi. Lalu ia memberkati Abram, katanya: "Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi, dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu." Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya.

2.     Dalam kitab Ulangan kita menemukan dua jenis perpuluhan. Pertama, dalam Ulangan 12:6-9 dikatakan bahwa masing-masing keluarga membawa perpuluhan dan persembahan yang lain ke bait suci. Mereka bersama-sama makan dengan para imam dengan sukaria. Kedua, setiap akhir tahun ketiga, persembahan juga dibawa kepada orang-orang miskin --bukan mau menyembah orang miskin, tetapi agar mereka beroleh makanan (ayat 26-27). Hal ini bisa kita bandingan dengan Ulangan 26:12: “Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang.” Jadi, menolong orang miskin adalah bagian dari persembahan.
Dalam kaitan ini, ada satu peringatan penting dari Tuhan Yesus sebagaimana tertulis dalam Matius 6:2: Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang.

3.     Dalam Maleaki 3:10 juga disebut tentang perpuluhan, yang tujuannya adalah untuk persediaan makanan di bait suci. ‘Curahan berkat’ yang disebutkan di situ bukan akibat dari perpuluhan itu, tetapi justru sebaliknya: seseorang dapat memberi perpuluhan karena sudah menerimanya dari Tuhan dan Ia akan terus menerus mencurahkan berkatnya yang tidak tergantung pada permintaan dan perbuatan manusia. Dengan kata lain, persembahan adalah “persembahan karena” bukan “persembahan supaya”. Kita memeberi persembahan karena kita bersyukur atas pemberian Tuhan bukan supaya Allah memberi berkat-Nya atau supaya dipuji orang seperti disebut dalam Matius 6:2 tadi.
4.     Dalam Mzm. 51:19 dikatakan, “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk....” Artinya, Allah lebih melihat hati dan jiwa yang sepenuhnya berserah kepada Tuhan daripada segala bentuk persembahan bahkan dengan jumlah yang sangat besar sekalipun.
5.     Yesus sendiri sangat tegas menolak segala bentuk persembahan yang tidak disertai keadilan, belas kasihan dan kesetiaan. Selengkapnya dalam Matius 23:23 dikatakan, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” Hal yang sama sudah diperingatkan oleh Nabi Amos (lihat Amos 5:22 yang menyatakan bahwa Allah tidak menyukai persembahan tanpa keadilan).
6.     Rasul Paulus menasihatkan demikian, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati" (Roma 12:1). Persembahan di sini melampaui yang sifatnya materi, tetapi hidup itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, persembahan tidak saja perpuluhan (10 persen dari pendapatan) tetapi perseratusan (seluruhnya diri dan kepunyaan kita). Semuanya adalah milik-Nya: hidup kita dan apa yang kita miliki. Inilah semuanya yang kita persembahkan kepadaNya. Hal ini jelas terungkap dalam nyanyian doa persembahan dalam tata ibadah HKBP yang berbunyi, “Tuhan, karuniaMu, roh dan jiwaku semua, nyawa juga hidupku, harta milikku semua, kuserahkan padaMu untuk selama-lamanya.”

Persembahan di HKBP

Dua tahun belakangan ini, di dalam Almanak HKBP dicantumkan mengenai pemberlakuan pengumpulan dan penatalayanan persembahan di HKBP, merujuk pada keputusan Sinode Agung HKBP 1970. Pada waktu itu hampir semua jemaat HKBP mengumpulkan dua kali persembahan setiap ibadah Minggu (sebelum dan sesudah khotbah berlangsung). Kemudian, bertambah menjadi 3 kali pengumpulan persembahan yang disebut dengan pesesembahan IA, IB dan persembahan II. Persembahan II seharusnya diserahkan ke kantor Pusat HKBP untuk keperluan pelayanan di lingkungan kantor pusat HKBP, Kantor distrik-distrik HKBP (termasuk para praeses), lembaga pendidikan STT HKBP, Sekolah Guru Huria, Pendidikan Diakones, Sekolah Bibelvrouw, Diakoni Sosial dan sebagainya. Biaya untuk pelayanan ini tergolong amat besar.

Seiring dengan perjalanan waktu, beberapa jemaat mengambil ‘kebijakan’ masing-masing. Tidak ada data akurat berapa jemaat yang masih menyerahkan seluruh persembahan II ke kantor pusat. Yang jelas ada beberapa jemaat HKBP yang tetap mengumpulkan tiga kali persembahan Minggu tetapi tidak sepenuhnya menyerahkan ke kantor pusat. Itu sebabnya di beberapa jemaat kita mendengar warta jemaat yang mengatakan misalnya Persembahan I Rp. 600.000, persembahan II, Rp. 51.000. Jumlah ini sebenarnya sudah ‘disesuaikan’ oleh parhalado jemaat setempat. Di salah satu jemaat HKBP di luar negeri misalnya, persembahan Minggu tetap dilakukan 3 kali. Tetapi keadaan keuangan 2008, dari sekitar 18% persembahan II –yang seharusnya diserahkan ke kantor pusat—yang diserahkan tidak sampai 2%. Keadaan ini sudah berjalan sejak lama.

HKBP ke Depan:

1. HKBP belum merumuskan dengan baik ‘teologi persembahan’ atau ‘teologi uang’. Rumusan seperti ini dibutuhkan agar jemaat-jemaat dan warga HKBP memahaminya dan memberikan persembahan sebagaimana Tuhan kehendaki. Intinya, HKBP menganut ajaran persembahan ‘perseratusan’. Artinya hidup dan semua milik orang percaya dipersembahkan kepada Tuhan. Kalau HKBP mau menekankan lagi soal perpuluhan, itu seolah-olah HKBP memberi diskon 90%. Yang penting sekarang adalah bagaimana warga jemaat melakukan yang terbaik atas dasar iman dan kasihnya kepada Tuhan. Juga, bagaiamana Gereja ‘mengelola’ persembahan itu sesuai kehendak Tuhan

2. Sebaiknya pengumpulan persembahan dalam ibadah Minggu, hari raya gerejawi dan di ‘partangiangan’ (persekutuan PA) dilakukan sekali saja. Pengumpulan persembahan lebih baik di tempat duduk, tidak harus ke depan. Dengan sekali pengumpulan persembahan dan tidak ke depan, diharapkan jalannya ibadah akan lebih khusuk dan setiap warga jemaat memberikan persembahan terutama dengan prinsip ‘antara aku dan Dia (Tuhan)’. Tidak ada kesan unsur ‘pemaksaan’ halus. Seingat saya ada satu jemaat GKJ di Yogyakarta yang mengubah 3 kali pengumpulan persembahan menjadi sekali saja, ternyata jumlah persembahan malah lebih banyak. Perubahan 3 kali menjadi sekali, tidak dimaksudkan ‘supaya’ persembahan lebih banyak (walaupun hal itu tidak salah), tetapi agaknya sekali pengumpulan persembahan lebih praktis dan teologis.

3. Pelaksanaan lelang dalam rangka penggalangan dana seharusnya ditiadakan di dalam gereja. Dana yang terkumpul mungkin saja lebih banyak dengan cara ini, tetapi jelas sekali ada hal-hal yang tidak sehat dan tidak membangun dalam praktek lelang di gereja. Di beberapa jemaat sudah ada yang menerapkan ‘janji iman’, yang perlu dikaji dan diteladani jemaat-jemaat yang lain.

4. Ressort-ressort seharusnya mengirimkan tanggungjawabnya ke pusat. Jika persembahan Minggu hanya sekali saja, maka perlu ditetapkan berapa persen yang dikirimkan ke kantor pusat, tergantung pada kebutuhan pelayanan pusat dan keadaan jemaat-jemaat HKBP. Ada yang mengatakan bahwa persembahana tidak dikirimkan ke pusat karena pusat tidak menggunakan dengan baik atau pusat tidak berbuat apa-apa kepada jemaat. Tentu, kita berharap bahwa kantor pusat HKBP akan tetap berkomitmen sebagai ‘kantor pusat’ pelayanan, bukan tahta kekuasaan duniawi. Tetapi menahan atau tidak menerahkan persembahan yang seharusnya dikirimkan ke kantor pusat tidak dapat dibenarkan. Biarkan Pusat bertanggung jawab kepada Tuhan dan kepada Sinode Agung. Tentu kita semua berharap dan berdoa agar uang persembahan itu digunakan sesuai kehendak Tuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PAK Dalam Perjanjian Lama

Menjadi sebuah hal yang menarik adalah ketika muncul sebuah pertanyaan, seberapa pentingkah Perjanjian Lama dalam ruang lingkup Pendidikan Agama Kristen (PAK)? Mungkin pertanyaan ini kita anggap sambil lalu, atau tidak terlalu penting, atau memang kita belum mengetahuinya. Mungkin ada yang mengatakan bahwa Perjanjian Lama (PL) tidak terlalu penting karena PL sudah berlalu dan sudah digenapi oleh Perjanjian Baru (PB), atau PB telah menjelaskan tentang pendidikan kekristenan. Apabila kita mempelajari dengan baik, Yesus Kristus menggunakan PL dalam mengajar di pelayanan-Nya (Mat.5:21-22; 22:39)? Para murid Yesus juga menggunakan PL dalam pelayanan (pemberitaan Injil)? Ternyata PL menjadi hal penting dalam membangun konsep dan pelaksanaan PAK. Pada topik ini, saya tidak menggunakan kata “PAK dalam Perjanjian Lama”, tetapi saya lebih menggunakan kata “PL dalam PAK”. Ya, karena bukan PAK yang ada dalam Perjanjian Lama, tetapi Perjanjian Lama-lah yang ada dalam PAK. Dengan kata lain, hal yan...

SOAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN SD YPK ELIDA MEDAN

KELAS : I Pilihan Ganda! 1. Manusia adalah ciptaan ... a. Presiden b. Tuhan c. Hewan 2. Untuk menerangi bumi, Tuhan menciptakan … a. Matahari b. Bola lampu c. Lilin 3. Pada mulanya, Allah menciptakan … a. Bulan b. Langit dan Bumi c. Matahari 4. Menyayangi tanaman dan hewan adalah ucapan syukur kita terhadap ciptaan … a. Manusia b. Hewan c. Tuhan 5. Manusia pertama yang diciptakan Tuhan adalah … a. Kain b. Adam c. Habel Isian! 1. Allah menciptakan langit dan bumi dan segala … 2. Allah menciptakan dari yang tidak ada menjadi … 3. Ikan adalah ciptaan Tuhan yang hidup di … 1. Manusia Tidak Dapat Hidup Sendiri, Tetapi Membutuhkan … a. Orang Lain b. Senjata c. Mesin 2. Di Sekolah Kita Harus Mempunyai Banyak … a. Teman b. Musuh c. Adik 3. Setiap Orang Yang Menderita Harus … a. Ditolong b. Dibiarkan c. Dimusuhi 4. Dalam Alkitab Daud Bersahabat Adalah Dengan … a. Samuel b. Yonatan c. Natanael 5. Ayah Yonatan A...